06 Agustus 2008

Seorang sahabat bercerita, ia sedang jatuh cinta. Kutanya pada siapa ia jatuh cinta. Katanya, "Aku jatuh cinta pada matahari, karena ia menerangi". Dan beberapa waktu kemudian, ia datang lagi padaku. Katanya, "Matahariku telah punya rembulan sebagai pasangan!" Wajahnya sedih, tapi masih ditampakkannya sekuntum senyum.

"Baiklah. Tapi lalu bagaimana?", tanyaku. Ia terdiam. Tapi hanya sejenak. "Aku masih mau jatuh cinta lagi. Tapi bukan pada matahari yang telah punya tambatan hati."

"Lalu pada siapa?"

"Aku belum tahu", katanya sambil tersenyum. Manis sekali. "Suatu saat nanti, aku yakin, pangeranku pasti datang. Mungkin bukan seorang pangeran. Mungkin hanya seseorang yang sederhana. Tapi bila dia memang pasanganku kelak, sesungguhnya ia adalah pangeranku!".

Dan tiba-tiba wajahnya jadi sumringah. Aku tahu, ia sudah siap untuk jatuh cinta lagi. Dan mungkin siap juga untuk kembali sakit lagi. Tapi bukankan hidup memang begitu? Kita tak pernah tahu rencana Tuhan. Kadang, kita tidak menyukai hal-hal yang Ia takdirkan dalam hidup kita. Tapi sekali lagi, itulah hidup. Suka atau tidak, kau harus tetap menjalaninya. Bersyukur untuk segala yang kau punya saat ini. Sesuatu yang belum tentu orang lain miliki. Bukankan begitu?

Dan ia, sahabatku itu, kurasa sepenuhnya menyadari hal tersebut. Satu hal yang paling kusyukuri adalah bahwa ia masih memilih untuk terus hidup.

Itu yang paling penting. Kita dilahirkan untuk hidup, hadir, dan melulu hadir.